DHARMA NEGARA MENURUT AGAMA HINDU

(Artikulasi Politik Kesejahteraan Menurut Hindu)

Pendahuluan

Konstelasi pemikiran tentang Negara telah mengalami pergeseran dari pra abad ke-20 dan pasca abad ke-20 terlepas dari Ideologi yang dianut. Negara pra abad ke-20 mengetengahkan Negara kepolisian yaitu Negara sebagai pelindung dan pengatur ketertiban masyarakat. Sedangkan Negara pasca abad ke-20 memberikan pemahaman yang lebih luas dan kritis, bahwa Negara kesejahteraan menempatkan pemerintahan Negara tidak sebatas pelindung dan pengatur ketertiban masyarakat, tetapi secara aktif dan kreatif berusaha mewujudkan kesejateraan dan kebahagiaan warganya dalam berbagai lini kehidupan.

Upaya Negara dalam memenuhi ketertiban, perlindungan, kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya disebut sebagai politik kesejahteraan. Hampir seluruh Negara di Dunia menjadikan kurva ekonomi dan indeks kebahagiaan sebagai tolak ukur keberhasilan. Menilik kondisi di Indonesia, masyarakat Indonesia tidak hanya dilihat sebagai satu bangsa tetapi juga masyarakat beragama. Pentingnya keberadaan Agama telah termaktub dalam Pancasila dan rumusan Undang-Undang Dasar. Ihwal pentingnya Agama dan menjadikan Indonesia sebagai Masyarakat beragama menjadikan definisi Negara seturut fungsi dan tugasnya dalam masyarakat menempati tempat tersendiri.

Begitu juga ketika kita lihat dalam kehidupan masyarakat Hindu, bahwa Negara merupakan bagian integral dari masyarakat Hindu dan memiliki stabilitas fungsi dan peran dalam setiap aspek kehidupan. Berangkat dari pemikiran bahwa masyarakat Hindu di Indonesia juga adalah masyarakat atau rakyat suatu Negara dan Keberadaan Negara dalam masyarakat Hindu memiliki kesetaraan makna, menarik untuk dijelaskan konsep Dharma Negara dalam Hindu, prinsip-prinsip dasar Dharma Negara serta esensi Dharma Negara terkait dengan politik kesejahteraan masyarakat.

Pembahasan

            Konsep Dharma Negara merupakan pertemuan antara Dharma Agama atau kewajiban beragama dengan manusia sebagai Warga Negara. Manusia dalam satu ruang yang kita sebut Indonesia memiliki label ganda namun saling mengisi dan bersifat cair. Manusia sebagai rakyat yang menganut ajaran agama tertentu dengan label sebagai warga negara bersifat mutual. Bahwa rakyat beragama dan rakyat sebagai warga negara adalah suatu kesatuan yang melekat dan utuh.

Ditilik dari akar kata, Dharma berasal dari bahasa Sansekerta, dari urat kata “Dhr” yang mengandung ragam arti seperti kewajiban, memegang, menyangga, mendukung (Whitney, 1988:84). Kata Dharma di dalam Teks suci Weda disebut Dharman yang mengandung aneka arti seperti perintah, hukum, aturan, pedoman, tingkah laku, tugas, kewajiban keadian, kesusilaan, agama ajaran, kebenaran, kepatutan, segala sesuatu yang mengikuti hukum alam yang menyangga kelangsungan hidup manusia (Monier, 1993:510). Lebih jauh tokoh spiritual India Svami Ulananda menyatakan Dharma secara umum didefinisikan sebagai kebajikan atau kewajiban. Mengikuti uraian tersebut Dharma Negara dapat diartikan sebagai kewajiban atau ajaran-ajaran yang yang memuat makna menjaga, membela, menjunjung tinggi kehormatan Negara melalui hukum-hukumnya sebagai penyangga kehidupan manusia (Rakyat).

Berkenaan ihwal Dharma Negara dalam agama Hindu menarik meminjam gagasan Mitakwara yang memberikan tafsir atas teks yang ditulis Maha Rsi Yajnyavalkya yaitu Yajnyavalkyasmrti. Dharma Negara dapat digolongkan sebagai Sadharadharma yaitu suatu kewajiban yang umum bagi setiap manusia baik laki-laki maupuan perempuan terlepas dari usia, profesi dan kecenderungannya. Bahwa dalam agama Hindu kewajiban dalam mengikuti hukum-hukum Negara adalah kewajiban yang bersifat umum.

Unsur-Unsur Negara dalam Agama Hindu

            Negara secara fisik terpancar dari wilayah, rakyat, elemen pemerintahan, kekuatan militer serta sumber daya. Secara konsepsi Negara tergambar dari, filosofi Negara, pijakan Hukum, sejarah bangsanya, rentang peradaban bangsa dan sistem pemerintahan dan Negara. Berangkat dari gagasan tersebut Agama Hindu memadukan anatar konsepsi dan fisik suatu Negara, dalam Manawa Dharmasastra IX. 294  menyebutkan terdapat tujuh unsur-unsur Negara antara lain; Pemerintahan (Swami), Para Menteri (Amatya), Ibu Kota (Puram), Wilayah (Rastram), Sistem ekonomi (Kosa), sistem Hukum (Dandau), Negara Sahabat (Suhritthata).

            Ketujuh Unsur Negara tersebut bersifat struktural fungsional. Satu unsur memiliki tugas dan fungsinya sendiri, namun eksistensi setiap unsur selalu tergantung satu sama lain, yaitu selalu ada relasi disetiap unsurnya. Relasi tersebut selalu mempengarungi satu sama lain, kebobrokan satu unsur akan mempengaruhi unsur yang lain. Relasi setiap unsur bagaiakan setiap anggota tubuh yang dihubungkan oleh setiap nadi dan syaraf. Menjaga ketujuh unsur agar tetap bersih dan transparan adalah keniscayaan untuk kesehatan suatu Negara yang bertalian dengan kesejahteraan rakyatnya.

Prinsip-prinsip Dharma Negara

            Mengutip filsuf kontemporer asal Italia Giorgio Agamben yang menulis Buku “Homo Sacer” bahwa Negara bagi Rakyatnya adalah rumah perlindungan yang menyediakan atribut identitas dengan ragam perangkat relasinya. Kongkritnya dengan label warga Negara rakyat memiliki perlindungan hukum dimanapun berada dan berhak hidup layak. Sehingga karakter mutual dari Negara kepada rakyat berikut rakyat kepada Negara menjadi keniscayaan. Politik kesejahteraan harus diusahakan bagi penyelenggara Negara guna menegakkan Negara sebagai rumah perlindungan.

            Agama Hindu menggariskan beberapa prinsip Dharma Negara yang dapat dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Pertama mengikuti pemikiran Atharwa weda 12.1.12 bahwa Negara merupakan Ibu Pertiwi yang harus dijaga dan dilestarikan. Mata bhumi Putro aham Prthivyah, terjemahannya Bumi adalah Ibuku dan aku adalah putra dari Bumi pertiwi. Sloka ini menegaskan bahwa Negara dengan seluruh wilayahnya yang merentang setiap sudutnya bagaikan Ibu Bumi yang menghasilkan ragam kebutuhan dasar hidup manusia. Menyediakan tempat untuk manusia membangun peradaban, menyediakan ruang untuk manusia melindungi dirinya dari segala mara bahaya. Ibu Pertiwi adalah pelindung anak-anaknya. Dalam konteks ini Negara adalah Ibu Bumi yang dengan segala sumber dayanya dapat melindungi dan mengembangkan peradaban rakyatnya.

            Kedua Negara adalah penegak hukum dan pencipta keadilan. Manawa Dharmasastra VIII.15 tertulis, Dharma eva hato hati, Dharma Raksati Raksitah, Tasmaddharmo na hantavyo, Mano dharmo hato Vadhit, terjemahannya siapapun yang melanggar keadilan akan hancur, siapapun yang menegakkan dan melindungi kebenaran dan keadilan Ia pun akan dilindungi oleh keadilan tersebut. Karena itu kebenaran dan keadilan jangan dilanggar. Negara secara abstarksi ekuivalen dengan Hukum adalah konsensus bersama yang disetujui sebagai bentuk paling adil bagi kehidupan bersama. Negara adalah penegak Hukum sekala bagi kehidupan seluruh manusia. Hukum adalah bentuk relasi paling normatif dari hasil relasi manusia dengan manusia lainnya. Karena itu, keberadaan lembaga Negara melalui institusi hukumnya adalah sebuah jalan untuk mencapai kebenaran dan keadilan.

Ketiga, Negara melalui pemerintahannya adalah Penengah disetiap konflik. Mengutip Manawa Dharmasastra VIII.420 menyebutkan Erwan sarwaniman, Raja wyawaharsama, Wyapohya kilbisam sarwam, Prapnoti paramamgatim, terjemahannya Pemerintah wajib menyelesaikan konflik yang muncul sesuai dengan ketentuan yang adil. Hal itu dapat membebaskannya dari dosa. Terakhir mencungkil kutipan dalam teks Nitisastra 18 dinyatakan Negara dengan pemerintahannya sebagai pelindung Bumi atau alam lingkungan. Prathiwi Bhusanam Raaja, terjemahannya pemerintah yang baik menambah keindahan Bumi. Bumi sebagai tempat tinggal dan berlindung patut dijaga kelestariannya karena kelangsungan hidup manusia, binatang, hewan tetumbuhan, serangga, ragam ikan dan makhluk laut memiliki karakter simbiosis mutualisme, kehilangan satu rantai makanan berarti kerapuhan bahkan kehancuran bagi yang lainnya.

Mengikuti uraian tersebut, kewajiban sebagai rakyat atau warga Negara telah digariskan oleh Agama Hindu. Negara adalah rumah perlindungannya yang memiliki aparatus berupa hukum-hukumnya yang wajib dipatuhi guna mencapai kehidupan yang adil dan beradab.

Esensi Dharma Negara

            Ajaran Agama Hindu menegaskan keterikatan manusia terhadap manusia lainnya, baik secara pribadi maupun dalam lingkup kelompok adalah keniscayaan. Sebagai bentuk keterikatan dalam kelompok muncul masyarakat dari satu masyarakat ke masyarakat lain dalam satu wilayah yang terikat dalam satu kesatuan secara imajener muncullah bangsa, bangsa dengan wilayahnya berikut sistem pemerintahannya muncullah rakyat. Segala bentuk kesatuan tersebut menimbulkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban bersifat moralis karena harus tertanam dan menjadi kebiasaan untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, itualah Dharma Negara.

             Sebagai warga Negara, Umat Hindu wajib tunduk pada konstitusi Negara serta membudayakan nilai-nilai filosofis yang berkembang, dalam hal ini nilai-nilai pancasila. Nilai-nilai instrinsik dalam masyarakat adalah cerminan dari bagaimana suatu Negara di masa depan. Rakyat harus memiliki nilai-nilai instrinsik yang sejalan dengan lagu wajib nasional yaitu, bangkitnya jiwa dan sehatnya raga. Bahwa masyarakat atau rakyat memiliki jiwa yang bangkit melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelestarian lingkungan hidup, dan nilai-nilai filantropi. Berikut dengan badan yang sehat sehingga dapat melaksanakan kegiatan dan cita-cita dengan baik. Prinsip-prinsip Negara sebagai pelindung, penegak keadilan, penengah konflik dan penjaga lingkungan hidup yang sesuai dengan ajaran Hindu harus dijaga dan hukum-hukum konstitusionalnya harus dipatuhi demi ajegnya ketertiban bangsa dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang juga disebut sebagai politik kesejahteraan dalam Negara pasca abad ke-20.

Ida Bagus Made Satya Wira Dananjaya