Medan Laga Calon PNS/ASN
Apabila ada pertanyaan klasik yang dilontarkan kepada pemuda-pemuda Indonesia yaitu apa cita-citamu setelah lulus kuliah? Salah satu proyeksi jawabannya didapat pada pembukaan perekrutan Pegawai Negeri Sipil atau sekarang disebut Aparatur Sipil Negara (ASN). Pertengahan tahun ini mulai 1 Juli sampai 21 Juli 2021 mulai dibuka kembali perekrutan Pegawai Negeri Sipil (PNS/ASN) di seluruh Indonesia yang dimulai dengan pengisian Form digital dan administrasi.
Bukan sebuah pemandangan yang langka jika melihat antusiasme dan semangat anak bangsa untuk menjadi PNS. Gambaran di masyarakat tentang kenyamanan menjadi PNS dari sisi finansial dan resiko kerja menjadi salah satu indikatornya. Alasan kenyamanan tersebut tergambar dalam penjelasan Tirto.ID, menjadi PNS masih menjadi pekerjaan idaman yang kuat di Indonesia.
Berjuang menjadi PNS berikut pembukaan perekrutan Pegawai Negeri Sipil dalam ruang birokrasi sangat rasional dan teknokratis tetapi terkadang masih ditemui berbagai hal klenik dari peserta ujian PNS. Pembawaan Jimat oleh peserta ujian PNS di berbagai daerah masih ditemui, ini menandakan obsesi yang cukup tinggi menjadi PNS.
Meminjam gagasan Pilliang kecemasan menghadapi sesuatu yang rasional coba dibenturkan dengan irasionalitas untuk meningkatkan rasa percaya diri dan menimbulkan harapan-harapan masa depan. Kongkritnya jumlah pelamar yang banyak dengan jumlah formasi yang dibutuhkan sangat timpang sehingga pelamar memerlukan tenaga Khusus untuk menghadapi kompetitor yang begitu banyak.
Sebagaimana Tirto.ID menjelaskan terdapat paling tidak lima alasan kenapa profesi PNS/ASN menjadi begitu menggoda. Pertama, walaupun gaji pokok yang tidak terlalu besar namun tunjangan yang jamak seperti uang lauk pauk, tunjangan anak dan istri sertifikasi, perjalanan dinas adalah hal yang sangat menggairahkan. Tunjangan hari tua atau uang pensiun juga dapat dikatakan mengamankan keamanan finansial di hari tua.
Pekerjaan sebagai PNS yang dianggap lebih bersifat administratif dan meminimalisasi resiko kerja, seperti pemecatan, perusahaan yang bangkrut, ketetapan posisi menimbulkan kestabilan keamanan kerja atau kemapanan kerja. Adanya perjalanan uang dinas atau tugas dinas ke berbagai wilayah Indonesia juga menjadi salah satu alasan sebagian besar anak bangsa terobsesi menjadi PNS. Terakhir tuntutan orang tua agar anaknya mendapatkan kestabilan finansial dan keamanan kerja sebagaimana tergambar di atas menjadi pemacu anak-anak bangsa ikut seleksi CPNS.
Gambaran antusiasme anak bangsa menjadi PNS terlukis dari jumlah pelamar dari tiga kali penyelenggaraan seleksi CPNS sebelumnya. Perekrutan CPNS Tahun 2014, dibutuhkan formasi sebesar seratus ribu, namun jumlah pelamar sebesar 2,6 juta. Artinya paling tidak satu formasi diperebutkan oleh 26 pelamar. Tahun 2017 terjadi pembengkakan ketimpangan pelamar dan formasi, jumlah formasi yang dibutuhkan sebesar tiga puluh tujuh ribu, sedangkan jumlah pelamar berjumlah 24 juta pelamar. Ketimpangan sedikit menurun di Tahun 2018, formasi yang tersedia cukup banyak yaitu 238.000 formasi dengan jumlah pelamar mencapai 4,43 juta pelamar. Sedangkan garis ketimpangan menjadi semakin menganga ketika perekrutan CPNS tahun 2019, formasi yang dibutuhkan hanya 152.000 sedangkan pelamar mencapai 5 juta.
Dari sisi perekonomian nasional hal ini dapat dikatakan cukup bermasalah mengingat sampai tahun 2017 jumlah pengusaha Indonesia yang tercatat masing ada di sekitar angka 1,1 % dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan salah satu kriteria kemajuan ekonomi nasional adalah jumlah pengusaha yang mencapai paling tidak 3 sampai 5 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Jumlah PNS atau ASN di Indonesia sampai tahun 2019 menurut data BKN berada di angka 4.286.918 per 30 juni 2019 sekitar 1,64 persen dari total penduduk Indonesia yang terbagi atas instansi pusat (22,60%) dan instansi daerah (77,40%). Hasil survei indeks persepsi masyarakat tahun 2019 mengenai profesionalisme ASN menunjukan bahwa responden di lima wilayah (Bali, Yogyakarta, Kalimantan Timur, Kep. Riau, Jakarta) memiliki persepsi positif terhadap profesionalisme ASN/PNS dari sisi pengetahuan dan keterampilan (Tim Peneliti UI-CSGAR). Namun kecenderungan dari sisi sikap masih banyak responden yang menilai negatif total skor hanya 24% (Tim Peneliti UI-CSGAR). Merujuk World Economic Forum (WEF) kualitas dan kinerja ASN di Indonesia masih jauh dari negara tetangga Malaysia dan Thailand. Hal ini patut menjadi catatan bagi pemerintah sebagai lembaga penyelenggara perekrutan ASN/PNS serta ASN dan PNS itu sendiri.